![]() |
Sasmito Anggoro, Ketua PSHW Tunas Muda Cabang Bojonegoro. |
BOJONEGORO - gudang-warta.com - Adanya edaran dari Bakesbangpol Jatim terkait pembongkaran Tugu lambang perguruan pencak silat yang ada di seluruh Jawa Timur, termasuk di kabupaten Bojonegoro, Ketua PSHW (Persaudaraan Setia Hati Winongo) Tunas Muda Cabang Bojonegoro, Sasmito Anggoro meminta kepada pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk melakukan kajian ulang terhadap rencana tersebut.
Menurut Sasmito, alasan pembongkaran Tugu tersebut adalah adanya alasan terjadinya konflik antar oknum perguruan pencak silat dikarenakan berawal dari persoalan tugu, seperti perusakan dan lainnya. Namun hal itu dianggap oleh Sasmito bukanlah sebuah alasan utama adanya konflik antar oknum perguruan pencak silat yang ada.
Adanya Konflik antar oknum perguruan pencak silat, Sasmito meminta seharusnya Pem-Prov Jatim melalui Bakesbangpol harus bisa membedakan persoalan antar tiap-tiap kabupaten, seperti kasus yang berawal dari persoalan tugu itu terjadi di kabupaten mana, disitu yang harus ada pembinaan atau langkah pemerintah untuk menciptakan solusinya. Bahkan Sasmito mengatakan bahwasanya seperti di Bojonegoro, konflik antar oknum perguruan pencak silat yang pernah terjadi bukan karena 100 persen persoalan tugu.
"Dari data yang ada, perselisihan antar oknum anggota pencak silat di Kabupaten Bojonegoro bukanlah dari masalah Tugu, akan tetapi lebih kepada persoalan desain oleh oknum yang tidak bertanggung jawab di medsos yang rasis, sehingga memancing oknum anggota perguruan lain untuk terjadinya konflik," ungkap Sasmito, Senin (10/7/2023).
Sasmito juga menegaskan, bahwasanya tugu-tugu yang berdiri di Kabupaten Bojonegoro dan di Jawa Timur pada umumnya adalah dibangun melalui swadaya para anggota perguruan pencak silat, karena akan kecintaanya pada budaya pencak silat, bukan secara organisasi, atau perintah perguruan, sehingga untuk melakukan pembongkaran tidak harus langsung dilakukan layaknya keperluan mendadak, akan tetapi harus ada pendekatan sosialisasi, dampak sosialnya bagaimana, serta apakah dengan merobohkan tugu itu akan menimbulkan persoalan baru atau tidak.
"Sehingga saya berharap pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk melakukan kaji ulang terkait pembongkaran tugu tersebut. Karena tidak semua konflik antar oknum perguruan pencak silat dikarenakan soal tugu, tapi banyak faktor yang lain dan antara kabupaten satu dengan yang lain beda persoalannya, ini juga harus dipahami," Terang pria yang juga sebagai Jurnalis senior di Bojonegoro ini.
Lebih lanjut, Sasmito juga menambahkan, bahwa banyak perguruan yang mendirikan tugu pencak silat ini di dasari dari rasa kecintaan, kebanggaan pada budaya negeri yaitu pencak silat dan mereka menggunakan uang pribadi secara swadaya.
"Di kabupaten Bojonegoro sudah pernah dilakukan kesepakatan soal tugu, yang ditanda tangani oleh seluruh ketua perguruan pencak silat, dengan kesepakatan bahwa tidak ada tugu baru di tanah negara, namun boleh mendirikan tugu di tanah pribadi dengan syarat dan ini sudah dilakukan, sebelum Pemprov Jatim mengeluarkan himbauan pembongkaran tugu," Tambahnya.
Pria yang juga sebagai Sekretaris Paguyuban Bojonegoro Kampung Pesilat ini menegaskan, bahwa beberapa kali terciptanya konflik gesekan dimasyarakat antar oknum anggota pencak silat bukan karena persoalan lambang pencak silat atau tugu, namun karakter oknum yang disebabkan SDM nya dan pengaruh teknologi, seperti media sosial yang sering digunakan share gambar dan foto, serta vidio rasis, sehingga menimbulkan konflik antar oknum anggota pencak silat.
"Hal tersebut adalah tanggung jawab kita semua, bagaimana membuat upaya agar persatuan dan persaudaraan Pencak silat oknum pencak silat tercipta dengan baik," Beber Sasmito.
Ketua perguruan pencak silat manapun dan apapun, dirinya yakin tidak pernah memerintahkan kepada anggotanya untuk membuat tugu. Namun hal tersebut tumbuh karena kehendak para anggota dengan lingkungannya yang juga anggota pencak silat.
Dan kaji ulang yang harus dilakukan, Sasmito mengusulkan diantaranya adalah jika memang tugu tersebut menjadi penghambat atau mengganggu pembangunan, dan kepentingan rakyat banyak kemungkinan bisa dibongkar. Namun jika tugu tersebut masih aman dan tidak mengganggu pembangunan, mungkin bisa dibiarkan terlebih dahulu. Bahkan jika terlebih berada di tanah pribadi, maka pemerintah tidak wajib membongkarnya karena berada di tanah milik pribadi.
Selain itu, kasus yang bermula dari persoalan tugu yang dianggap oleh pemerintah menjadi konflik juga harus dikaji ulang, karena setiap kabupaten pasti tidak semua ada konflik antar oknum anggota perguruan pencak silat ini berawal dari persoalan adanya tugu pencak silat.
"Sekali lagi saya mengharap ada kebijakan terkait pembongkaran tugu dengan mengkaji ulang per-wilayah atau bahkan per-desa, cek data fakta yang menjadi masalah soal tugu sehingga pemerintah bisa mengambil kebijakan yang berbuah manis untuk warga pencak silat di Jawa Timur," Pungkasnya. (Ketua PSHW Cabang Bojonegoro Tanggapi Imbauan Pembongkaran Tugu Kebanggaan Pencak Silat Agar Dikaji Ulang
BOJONEGORO - gudang-warta.com - Adanya edaran dari Bakesbangpol Jatim terkait pembongkaran Tugu lambang perguruan pencak silat yang ada di seluruh Jawa Timur, termasuk di kabupaten Bojonegoro, Ketua PSHW (Persaudaraan Setia Hati Winongo) Tunas Muda Cabang Bojonegoro, Sasmito Anggoro meminta kepada pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk melakukan kajian ulang terhadap rencana tersebut.
Menurut Sasmito, alasan pembongkaran Tugu tersebut adalah adanya alasan terjadinya konflik antar oknum perguruan pencak silat dikarenakan berawal dari persoalan tugu, seperti perusakan dan lainnya. Namun hal itu dianggap oleh Sasmito bukanlah sebuah alasan utama adanya konflik antar oknum perguruan pencak silat yang ada.
Adanya Konflik antar oknum perguruan pencak silat, Sasmito meminta seharusnya Pem-Prov Jatim melalui Bakesbangpol harus bisa membedakan persoalan antar tiap-tiap kabupaten, seperti kasus yang berawal dari persoalan tugu itu terjadi di kabupaten mana, disitu yang harus ada pembinaan atau langkah pemerintah untuk menciptakan solusinya. Bahkan Sasmito mengatakan bahwasanya seperti di Bojonegoro, konflik antar oknum perguruan pencak silat yang pernah terjadi bukan karena 100 persen persoalan tugu.
"Dari data yang ada, perselisihan antar oknum anggota pencak silat di Kabupaten Bojonegoro bukanlah dari masalah Tugu, akan tetapi lebih kepada persoalan desain oleh oknum yang tidak bertanggung jawab di medsos yang rasis, sehingga memancing oknum anggota perguruan lain untuk terjadinya konflik," ungkap Sasmito, Senin (10/7/2023).
Sasmito juga menegaskan, bahwasanya tugu-tugu yang berdiri di Kabupaten Bojonegoro dan di Jawa Timur pada umumnya adalah dibangun melalui swadaya para anggota perguruan pencak silat, karena akan kecintaanya pada budaya pencak silat, bukan secara organisasi, atau perintah perguruan, sehingga untuk melakukan pembongkaran tidak harus langsung dilakukan layaknya keperluan mendadak, akan tetapi harus ada pendekatan sosialisasi, dampak sosialnya bagaimana, serta apakah dengan merobohkan tugu itu akan menimbulkan persoalan baru atau tidak.
"Sehingga saya berharap pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk melakukan kaji ulang terkait pembongkaran tugu tersebut. Karena tidak semua konflik antar oknum perguruan pencak silat dikarenakan soal tugu, tapi banyak faktor yang lain dan antara kabupaten satu dengan yang lain beda persoalannya, ini juga harus dipahami," Terang pria yang juga sebagai Jurnalis senior di Bojonegoro ini.
Lebih lanjut, Sasmito juga menambahkan, bahwa banyak perguruan yang mendirikan tugu pencak silat ini di dasari dari rasa kecintaan, kebanggaan pada budaya negeri yaitu pencak silat dan mereka menggunakan uang pribadi secara swadaya.
"Di kabupaten Bojonegoro sudah pernah dilakukan kesepakatan soal tugu, yang ditanda tangani oleh seluruh ketua perguruan pencak silat, dengan kesepakatan bahwa tidak ada tugu baru di tanah negara, namun boleh mendirikan tugu di tanah pribadi dengan syarat dan ini sudah dilakukan, sebelum Pemprov Jatim mengeluarkan himbauan pembongkaran tugu," Tambahnya.
Pria yang juga sebagai Sekretaris Paguyuban Bojonegoro Kampung Pesilat ini menegaskan, bahwa beberapa kali terciptanya konflik gesekan dimasyarakat antar oknum anggota pencak silat bukan karena persoalan lambang pencak silat atau tugu, namun karakter oknum yang disebabkan SDM nya dan pengaruh teknologi, seperti media sosial yang sering digunakan share gambar dan foto, serta vidio rasis, sehingga menimbulkan konflik antar oknum anggota pencak silat.
"Hal tersebut adalah tanggung jawab kita semua, bagaimana membuat upaya agar persatuan dan persaudaraan Pencak silat oknum pencak silat tercipta dengan baik," Beber Sasmito.
Ketua perguruan pencak silat manapun dan apapun, dirinya yakin tidak pernah memerintahkan kepada anggotanya untuk membuat tugu. Namun hal tersebut tumbuh karena kehendak para anggota dengan lingkungannya yang juga anggota pencak silat.
Dan kaji ulang yang harus dilakukan, Sasmito mengusulkan diantaranya adalah jika memang tugu tersebut menjadi penghambat atau mengganggu pembangunan, dan kepentingan rakyat banyak kemungkinan bisa dibongkar. Namun jika tugu tersebut masih aman dan tidak mengganggu pembangunan, mungkin bisa dibiarkan terlebih dahulu. Bahkan jika terlebih berada di tanah pribadi, maka pemerintah tidak wajib membongkarnya karena berada di tanah milik pribadi.
Selain itu, kasus yang bermula dari persoalan tugu yang dianggap oleh pemerintah menjadi konflik juga harus dikaji ulang, karena setiap kabupaten pasti tidak semua ada konflik antar oknum anggota perguruan pencak silat ini berawal dari persoalan adanya tugu pencak silat.
"Sekali lagi saya mengharap ada kebijakan terkait pembongkaran tugu dengan mengkaji ulang per-wilayah atau bahkan per-desa, cek data fakta yang menjadi masalah soal tugu sehingga pemerintah bisa mengambil kebijakan yang berbuah manis untuk warga pencak silat di Jawa Timur," Pungkasnya. (Eks/Red)